Powered By Blogger

Selasa, 16 November 2010

WoC EFUSI PLEURA



Read Full Post ►

EFUSI PLEURA



A. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

B. ANATOMI
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121). Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
Pleura visceralis :
• Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
• Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
• Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit
• Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik
• Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
• Menempel kuat pada jaringan paru
• Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. Pleura
Pleura parietalis :
• Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
• Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
• Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
• Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

C. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Dan juga dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg).
Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura. Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
• Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
• Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
• Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
• Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
• Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

D. ETIOLOGI
Penyebab Efusi Pleura :
• Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
• Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura,
• Sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan,
• Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
• Peningkatan pembentukan cairan pleura
- Peningkatan cairan interstial di paru : (1) gagal jantung kiri, (2) vpneumonia, (3) emboli paru
- Peningkatan tekanan intravaskuler di pleura : (1) gagal jantung kanan atau kiri, (2) sindrom vena cava superior
- Peningkatan kadar protein cairan pleura : (1) atelektasis paru, (2) peningkatan “elastic recoil paru”
- Peningkatan cairan dalam rongga peritoneal asites atau dialysis peritoneal
- Sumbatan duktus toraksikus
• Penurunan absorbsi cairan pleura
- Obstruksi saluran limfe parietal
- Peningkatan tekanan vaskuler sistemik : (1) sindrom vena cava superior, (2) gagal jantung kanan

E. TANDA DAN GEJALA
• Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
• Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
• Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

• Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
• Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
• Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
• Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam).
kadang beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.
• Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Batuk
- Cegukan
- Sesak nafas
- Nyeri perut.

F. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK
• Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
• Ultrasonografi
• Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
• Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
• Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

G. PENATALAKSAAN MEDIS
• Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
• Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
• Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
• Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
• Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

H. PENGOBATAN
• Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
• Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya.
• Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
• Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter.
• Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding dada.
• Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
• Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
• Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik jangka panjang.
• Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura sulit untuk diobati karena cairan cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat.
• Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut.
• Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan.
• Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
• Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
• Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.
• Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening.
• Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.

. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda:Takikardi, disritmia, irama jantung gallop,hipertensi/hipotensi.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
d. Makanan / cairan Adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
f. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.
2. Diagnosa Keperawatan
A. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
• Tujuan : pola nafas efektif
• Intervensi :
- Identifikasi etiologi atau factor pencetus
Rasional:
Untuk mengetahui penyebab timbulnya penyakit
- Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital
Rasional:
Untuk mengetahui ketidak normalan pernafasan
- Auskultasi bunyi napas
Rasional:
Untuk mengetahui bunyi nafas
- Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
Rasional:
Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan fingsi trakea dan pengembangan dada
- Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
Rasional:
Untuk menperlancar keefektifan jalan nafas dan pola nafas
• Implementasi:
 Mengidentifikasi etiologi atau factor pencetus`
 Mengevaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
 Mengauskultasi bunyi napas
 Mencatat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Mempertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
B. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
• Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
• Intervensi :
- Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
Rasional:
Untuk mengetahui seberapa tingkat nyeri
- Ajarkan pada klien tentang cara mengatasi nyeri dengan distraksi dan relaksasi
Rasional:
Mempermudah penyembuhan nyeri
- Posisikan selang dada dari pergerakan
Rasional:
Agar tidak menghambat penyembuhan
- Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
Rasional:
Untuk mengetahui seberapa tingkat nyeri
• Implementasi:
 Mengkaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
 Menjarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
 Memposisikan selang dada dari pergerakan
 Mengkaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
C. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
• Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
• Intervensi :
- Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
Rasional:
Klien memahami penyakit yang dideritanya sejak dini
- Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
Rasional:
Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman
- Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
Rasional:
Agar pasien mengetahui kondisi fisiknya
- Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien.
Rasional:
Untuk mempercepat kesembuhan klien
• Implementasi:
 Mengkaji pemahaman klien tentang masalahnya
 Mengkaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
 Memberikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
 Memberikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan.
D. Pola pertukaran gas tidak efektif berhubungan dengan sesak nafas
• Tujuan :
Pola pertukaran gas efektif
• Intervensi :
- Kaji keefektifan ekspirasi dan inspirasi
Rasional:
Untuk mengetahui pola keefektifan pernafasan
- Kaji apakah terjadi hipoksia atau hipersemia
Rasional:
Mengetahui apakah terjadi hipoksia atau hipersemia
- Jelaskan sebab-sebab terjadi sesak nafas
Rasional:
Mengetahui sebab-sebab terjadi sesak nafas
• Implementasi:
 Mengkaji keefektifan ekspirasi dan inspirasi
 Mengkaji apakah terjadi hipoksia atau hipersemia
 Menjelaskan sebab-sebab terjadinya sesak nafas

KESIMPULAN

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Batuk
- Cegukan
- Sesak nafas
- Nyeri perut.
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin, nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).

DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Read Full Post ►

CA PARU



DEFINISI
• PARU-PARU

Paru adalah organ tubuh yang berperan dalam sistem pernapasan (respirasi) yaitu proses pengambilan oksigen (O2) dari udara bebas saat menarik napas, melalui saluran napas (bronkus) dan sampai di dinding alveoli (kantong udara) O2 akan ditranfer ke pembuluh darah yang di dalamnya mengalir antara lain sel sel darah merah untuk dibawa ke sel-sel sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi dalam proses metabolisme. Pada tahap berikutnya setelah metabolisme maka sisa-sisa metabolisme itu terutama karbondioksida (CO2) akan dibawa darah untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui paru pada saat membuang napas. Karena fungsinya itu dapat dipahami bahwa paru paling terbuka dengan polusi udara yang diisap termasuk asap rokok yang dihisap dengan penuh kesengajaan itu. Berbagai kelainan dapat menganggu sistem pernapasan itu, antara lain udara berpolusi sehingga kadar O2 sedikit, gangguan di saluran napas/paru, jantung atau gangguan pada darah.

Secara khusus dikatakan paru adalah tempat tubuh mengambil darah bersih (kaya O2) dan tempat pencucian darah yang berasal dari seluruh tubuh( banyak mengandung CO2) sebelum ke jantung untuk kembali diedarkan ke seluruh tubuh

Secara umum gangguan pada pada saluran napas dapat merupa sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan paru tidak dapat kembang secara sempurna (restriktif). Tumor yang besar di paru dapat menyebabkan sebagian paru dan/saluran napas kolaps, sedangkan tumor yang terdapat dalam saluran napas dapat menyebabkan sumbatan pada saluran napas. Tumor yang menekan dinding dada dapat menyebabkan kerusakan/destruksi tulang dinding dada dan menimbulkan nyeri. Cairan di rongga pleura yang sering ditmukan pada kanker paru juga menganggu fungsi paru.

• TUMOR
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).

• KANKER
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Penyakit yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak terkontrol.
- Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan sel) saluran napas atau bronkus.
- Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO)

Patologi kanker paru
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

Lokasi metastasis/lokasi penyebaran
• Hepar
• Adrenal
• Otak
• Tulang
• kelenjar getah bening

ETIOLOGI
 Merokok
merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru.
Kandungan pada rokok:
- Aseton digunakan untuk menghapus cat kuku
- M-toluidin dan naftilamin merupakan bahan pembuat cat
- Metanol merupakan bahan sepirtus bakar
- Naftalen merupakan kapur barus
- Kadmium dipakai pada batrai
- Karbon monoksida merupakan gas beracub kan keluar dari knalpot
- Viniklorida merupakan bahan baku plastik PVC
- Polonium merupakan bahan radio aktif
- Butan merupakan bahan bakar korek api
- Fenol dan ammoniak merupakan bahan pembersih lantai
- Arsen merupakan racun tikus
- Toluen merupakan pelarut industri
- Hidrogen sianida merupakan racun yang digunakan untuk melaksanakan hukuman mati.
 Zat yang ditemui atau terhirup ditempat kerja (asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven)
Hanya sebagian kecil kanker paru-paru yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup ditempat kerja (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok.
 Peranan polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
 Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
- Proton oncogen.
- Tumor suppressor gene.
- Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

 Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah:
• Batuk
Penderita bronkitis kronis yang menderita kanker paru-paru seringkali menyadari bahwa batuknya semakin memburuk.
• Perubahan warna pada dahak
• Meningkatnya jumlah dahak
• Dahak berdarah
Jika kanker tumbuh ke dalam pembuluh darah dibawahnya, bisa menyebabkan perdarahan hebat
• Sesak napas
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak nafas. Jika kanker menyebar di dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen darah yang rendah dan gagal jantung
• Nyeri dada
Jika tumor tumbuh ke dalam dinding dada, bisa menyebabkan nyeri dada yang menetap.
• Radang paru atau bronkitis berulang
• Suara serak/parau/bunyi mengi
karena terjadi penyempitan saluran udara di dalam atau di sekitar tempat tumbuhnya kanker
tanda-tanda dan gejala-gejala disebabkan oleh penyebaran kanker paru pada bagian tubuh lainnya. Tergantung pada organ-organ yang dirusak.
• Kelelahan kronis
• Kehilangan selera makan atau turunnya berat badan
• Sakit kepala, nyeri tulang, sakit yang menyertainya
• Retak tulang yang tidak berhubungan dengan luka akibat kecelakaan
• Gejala-gejala pada saraf (seperti: cara berjalan yang goyah dan atau kehilangan ingatan sebagian)
• Pembengkakan di wajah atau leher
Kanker tumbuh di sekitar vena kava superior. Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas sehingga terjadi pembengkakan diwajah.

Tempat tumbuh kanker
Kanker paru dapat menjalar kebagian tubuh lain disebabkan karena Pembuluh darah yang menjadi saluran pemindah menjalarnya kanker ke bagian tubuh yang lain.
1. Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya sindroma Horner, yang terdiri dari:
• penutupan kelopak mata
• pupil yang kecil
• mata cekung
• berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah
2. Kanker di puncak paru-paru bisa tumbuh ke dalam saraf yang menuju ke lengan sehingga lengan terasa nyeri, mati rasa dan lemah. Kerusakan juga bisa terjadi pada saraf pita suara sehingga suara penderita menjadi serak.
3. Kanker bisa tumbuh secara langsung ke dalam kerongkongan, atau tumbuh di dekat kerongkongan dan menekannya, sehingga terjadi gangguan menelan. Kadang terbentuk saluran abnormal (fistula) diantara kerongkongan dan bronki, menyebabkan batuk hebat selama proses menelan berlangsung, karena makanan dan cairan masuk ke dalam paru-paru.
4. Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:
• irama jantung yang abnormal
• pembesaran jantung
• penimbunan cairan di kantong perikardial.
5. Kanker juga bisa tumbuh di sekitar vena kava superior. Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas:
• vena di dinding dada akan membesar
• wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan membengkak dan tampak berwarna keunguan.
Keadaan ini juga menyebabkan sesak nafas, sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing dan perasaan mengantuk. Gejala tersebut biasanya akan memburuk jika penderita membungkuk ke depan atau berbaring.
6. Kanker paru-paru juga bisa menyebar melalui aliran darah menuju ke hati, otak, kelenjar adrenal dan tulang. Hal ini bisa terjadi pada stadium awal, terutama pada karsinoma sel kecil. Gejalanya berupa gagal hati, kebingungan, kejang dan nyeri tulang; yang bisa timbul sebelum terjadinya berbagai kelainan paru-paru, sehingga diagnosis dini sulit ditegakkan.

pemeriksaan diagnosa
Seseorang dapat didiagnosis karena ada gejala atau tanda, tetapi jika kanker masih terlalu kecil sering belum menimbulkan gejala dan tanda. Tidak heran jika kebanyakan penderita kanker paru datang setelah staging atau tingkatan penyakitnya lanjut. Kasus kasus staging awal (dini) sering ditemukan tanpa sengaja ketika seseorang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin (check-up kesehatan). Setelah datang ke dokter akan dicari kelainan pada seluruh tubuh atau fisik diagnostik dan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan tambahan agar didapat kepastian tentang penyakitnya.
Jika seseorang (terutama perokok) mengalami batuk yang menetap atau semakin memburuk atau gejala paru-paru lainnya, maka terdapat kemungkinan terjadinya kanker paru-paru. Kadang petunjuk awalnya berupa ditemukannya bayangan pada rontgen dada dari seseorang yang tidak menunjukkan gejala. Rontgen dada bisa menemukan sebagian besar tumor paru-paru, meskipun tidak semua bayangan yang terlihat merupakan kanker.
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan jenis sel kanker paru antara lain :
• Sitologi sputum: menemukan sel kanker pada sputum atau dahak penderita, hasil positif biasanya ditemukan jika kanker ada di dalam saluran napas. Kepositfan pemeriksaan ini < 10% dan sangat bergantung pada tehnik pasien membantukkan dahak yang akan diperiksa. Dahak yang diperiksa harus dahak segar pagi hari dan segera dibawa ke laboratorium patologi anatomi untuk diproses.
• Biopsi jarum halus: yaitu mengambil spesimen jaringan dari tumor yang superfisial menggunakan jarum halus. Misalnya untuk tumor yang ditemukan di leher, ketiak atau dinding dada yang dapat diraba. Tehnik ini sangan sederhana dan jarang menimbulkan komplikasi berat. Pada saat melakukan terkadang dibutuhkan anestesi (bius) lokal saja. Bahan hasil pemeriksaan ini akan diletakkan dalam gelas objek dansegera direndam dalam alkohol 98% dan dikirim ke patologi anatomi untuk di proses. Dokter paru biasanya dapat melakukan dengan cepat dan hasil kepositifannya cukup tinggi. Tetapi perlu diingat terkadang hasilnya meski positif tapi bukan berupa sebaran kanker paru, misalnya tuberkulosis(TBC), kanker kelenjar getah bening, dll.
• Punksi pleura yaitu mengambil cairan dari rongga pleura (lapisan paru) jika ditemukan cairan akibat kanker paru. Punksi ini menggunakan jarum infus ukuran 14, jika volume cairan dikit dokter paru akan melacak lokasi yang tepat dengan bantuan USG toraks. hasil punksiini akan dianalisa dan dikirim ke laboratorium patologi anatomi untuk di proses. Hasil positif tidak selalu didapt dengan tehnik ini tetapi harus dilakukan. Jika volume cairan cukup banyak dokter spesialis paru akan sekaligus mengeluarkan sampai 1.500 cc tergantung toleransi pasien. Jika pasien merasa tidak enak, sesak atau batuk batuk maka aliran cairan harus segera dihentikan. Pada kasus dengan jumlah cairan yang terus banyak, maka dokter spesialis paru akan mengalirkan dengan cara memasang selang dada (WSD) sebagai usaha mengurangi keluhan dan paru dapat mengembang maksimal. Punksi pleura dan pemasangan selang dada kebanyakan dilakukan dokter spesialis paru dengan bius lokal. Tetapi pada kondisi berat harus dilakukan di kamar operasi dengan bius umum.
• Biopsi pleura yaitu mengambil sedikit jaringan pleura jika didapat rongga pleura akibat penumpukan cairan. Cara ini biasanya dilakukan bersamaan dengan punksi pleura. Kepositifnya juga tidak terlalu besar.
• TTNA ( Transthoracal needle aspiration): yaitu mengambil spesimen jaringan dengan menggunakan jarum halus menembus dinding dada. Dapat dilakukan dengan berpedoman pada foto toraks atau dengan tuntutan CT-scan dll.Dokter spesialis paru biasa melakukan ini dengan bius lokal dengan tingkat kepositifan yang besar.
• Cara lain adalah dengan mengambil bahan atau spesiem yang ada di saluran napas dengan bantuan prosedur bronkoskopi. Bronkoskopi adalah tehnik pemeriksaan memakai bronkoskop untuk melihat kelainan dalam saluran napas dan jika ditemukan kelainan akan dilakukan tindakan bilasan, sikatan dan biopsi dan bahkan TBLB (trans-bronchial lung biopsy). Jika ditemukan kelaianan pada saluran napas itu merupakan poin bahwa tumor di paru itu adalah kanker paru. Bronkoskopi memerlukan persiapan yang teliti, apakh fungsi jantung baik, apkah dsistem perdarahan baik atau komplikasi lain karena tehnik ini dapat menimbulkan komplikasi serius meski angka kejadiannyanya sangat kecil.

Jenis sel kanker paru secara garis besar dibagi atas 2 kelompok
1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = SCLC) merupakan 20% dari seluruh kanker paru, bersifat lebih agresif tetapi sangat responsif dengan pengobatan.
2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KBKBSK= NSCLC) yang terbanyak yaitu sekitar 80% dari kanker paru-paru. Ada beberapa jenis KPKBSK yang dapat dikenali diantaranya:
• Karsinoma epidermoid (disebut juga karsinoma sel skuamosa)
• Adenokarsinoma, adalah jenis sel kanker terbanyak dan terutama pada perokok
• Karsinoma sel besar
• Lain-lain:merupakan jenis yang jarang ditemukan misalnya karsinoid, karsinoma bronkoalveolar.
Staging (tingkatan) kanker paru
Staging kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada pertemuan pertama dokter akan melakukan foto toraks (foto polos dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari 1 minggu maka akan dibuat foto yang baru. Tetapi foto toraks hanya dapat metentukan lokasi tumor, ukuran tumor ada tidaknya cairan. Foto toraks belum cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis luar paru. Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak, paru kolaps luas menutup tumor sehingga tidak terlihat. Sama perti pencarian jenis histologis kanker, pemeriksaan untuk menetukan staging juga tidak mesti sama pada semua pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioriti pemeriksaan yang harus segera dilakukan tergantung kondisinya pada saat datang.
• Bronkoskopi adalah tehnik pemeriksaan yang menggunakan alat bronkoskop yang dimasukkan ke dalam saluran napas sehingga dapat menilai keaadan saluran napas, dan sekaligus dapat mengambil spesimen untuk pemeriksaan sel kanker dengan cara bilasan, sikat, atau biopsi. Bronkoskopi diperlukan untuk menlai apakah akan timbul kegawatan misalnya sumbatan pada saluran napas akibat tumor dalam saluran napas atau penekanan dari luar.
• CT-scan toraks : imaging (foto) ini lebih inforamatif karena dapat melihat karakteristik tumor lebih jelas termasuk menentukan ukuran, lokasi dan apakah sudah terjadi keterlibatan kelenjar getah bening di dada serta ada tidaknya penyebaran di paru. Untuk kanker paru pada kondisi tertentu dokter akan melakukan CT-scan ulang jika pasien membawa CT-scan lama yang telah dilakukan > 1 bulan. Untuk kasus yang duduga staging awal, untuk kemudahannya maka CT-scan toraks dilakukan sampai kelenjar suprarenal sehingga dapat dipastikan belum terjadi penyebaran ke hati atau oragan perut lainnya. CT-scan dilakukan dengan menggunakan kontras dan sebagai persiapannya pasien harus puasa sekitar 4 jam sebelum CT dilakukan dan hanya dapat dilakukan jika fungsi ginjal baik 9craetinine darah normal).
• USG abdomen: dilakukan jika pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan hati tetapi dengan CT tehniknya lebih sederhana dan hasilnya lebih informatif.
• Pemeriksaan lain, antara lain MRI toraks kurang bermanfaat untuk menentukan staging kanker paru. Pemeriksaan lain lebih ditujuan untuk melihat apakah telah terjadi penyebaran (metastasis) jauh :. CT/MRI kepala untuk menilai metastasis di otak. Bone scan /MRI untuk menilai metastasis di tulang. Pemeriksaan tambaban ini dilakukan jika ada keluhan atau pasien dengan staging awal dan akan dioperasi.

Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru, apakah KPKSK atau KPKBSK. Staging ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M

Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬¬[
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru, apakah KPKSK atau KPKBSK. Staging ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M

Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
• Staging/Tingkatan Terbatas
• Tumor ditemukan didalam satu paru dan penjelaran ke kelenjar getah bening dalam paru yang sama
• Staging/Tingkatan Luas
• Tumor telah menyebar keluar dari satu paru atau ke organ lain diluar paru.

Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)
• Staging/Tingkat I A/B Satu tumor ukuran kurang atau lebih dari 3 cm pada satu lobus paru
• Staging/Tingkat II A/B Satu tumor dalam lobus paru melekat ke dinding dada atau menyebar ke kelenjar getah bening di dalam paru yang sama
• Staging/Tingkat III A Tumor yang menyebar ke kelenjar getah bening didalam area trakeal memasuki dinding dada dan diaphragma
• Staging/Tingkat III B Tumor yang menyebar ke nodes getah bening pada lawan paru, atau di dalam leher.
• Staging/Tingkat IV Tumor yang menyebar kebagian lain paru atau organ lain di luar paru.

Pengobatan
Bedah
Hanya dilakukan untuk KPKBSK staging I atau II atau untuk pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif, gawat napas yang mengancam jiwa, atau nyeri hebat. Bedah yang dilakukan adalah dengan membuang 1 lobus paru (kadang lebih) tempat ditemukannya tumor dan juga membuang semua kelenjar getah bening mediastinal. Diagnosis sebelum bedah mungkin saja akan berubah setelah bedah. Hal itu terjadi karena keterbatasan alat bantu diagnosis atau penyakit telah berkembang selama putusan bedah dilakukan. Akibatnya mungkin saja setelah bedah pasien harus mendapat radiasi atau kemoterapi segera setelah luka operasinya sembuh.

Pada kasus khusus misal dengan penyebaran kepala dan hanya ditemukan 1 tumor di otak dan mengganggu kualiti hidup pasien dapat dilakukan pembuangan tumor di kepala dengan bedah. Di Indonesia (Jakarta) telah dapat melakukan terapi tampa pembedahan di kepala dengan menggunakan cyber knife.

Radioterapi
Radioterapi atau iradiasi diberikan pada staging III dan IV KPKBSK, dapat diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan kemoterapi. Pasien yang diputuskan akan mendapat radioterapi akan dirujuk dokter spesialis paru ke dokter spesialis radioterapi dan akan kembali ke dokter semula jika terapi tidak memberikan respons atau radioterpai telah selesai atau muncul efek samping akibat radioterapi itu.

Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik (HB, jumlah sel darah putih atau leukosit dan trombosit darah) baik. Radioterapi biasanya diberikan 5 hari dalam seminggu dengan dosis rata rata 200 cGy perhari hingga dosis 5000 – 6000 cGy. Sinar yang diberikan tergantung pada alat yang ada di rumah sakit, misalnya COBALT atau LINAC Evaluasi efek samping dilakukan setiap setelah pemberian 5x (1.000 cGy) jika ada gangguan radiasi akan dihentikan sementara, misal HB < 10 gr%. Leukosit < 3000/dl atau trombosit < 100.000/dl. Dokter akan melakukan koreksi dan jika telah memenuhi syarat maka radiasi dapat dilakukan.kembali.

Untuk melihat respons radiasi dokter akan melakukan foto toraks setiap setelah radiasi diberikan 10X (2.000 cGy) . Jika pada penelian respons positif (tumor mengecil atau menetap) maka radiasi dapat diteruskan, tetapi jika respons negatif (tumor membesar atau tumbuh yang baru) radiasi harus dihentikan.

Radioterapi juga dapat diberikan pada lokasi bukan tumor primer, misalnya radiasi kepala jika tumor telah menyebar ke kepala, radiasi tulang jika tumor telah menyebar ke tulang. Untuk kasus KPKSK radiasi kepala harus diberikan setelah kemoterapi selesai diberikan 6 siklus.

Kemoterapi
Kemoterapi adalah memberikan obat anti-kanker pada pasien dengan cara diinfuskan. Pada kemoterapi diberikan lebih dari 1 jenis obat antikanker dan biasanya 2 macam, tujuannya agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh dengan jalur yang berbeda. Pemberian kemoterapi harus dilakukan di rumah sakit karena diberikan dalam prosedur tertentu atau ptotokol yang berbeda tergantung pada jenis obat anti-kanker yang digunakan.

Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis kanker paru dan tujuannya bukan hanya membunuh sel kanker pada tumor primer tetapi juga mengejar sel kanker yang menyebar di tempat lain. Kemoterapi adalah pilihan terapi untuk KPKSK dan KPKBSK stage III/IV.

Pemberian kemoterapi memerlukan beberapa syarat antar lain kondisi umum pasien baik yaitu masih dapat melakukan aktiviti sendiri, fungsi hati, fungsi ginjal dan fungsi hemostatik (HB, jumlah sel darah putih atau lekosit dan jumlah trombosit darah) harus baik. Kemoterapi dihitung dengan siklus pemberian yang dapat dilakukan setiap 21 – 28 hari setiap siklusnya.

Efek samping kemoterapi kadang sangat mengganggu, misalnya rontoknya rambut s/d botak, mual muntah, semutan, mencret dan bahkan alergi. Efek samping itu tidak sama waktu muncul dan berat ringannya pada setiap orang dan juga tergantung pada jenis obat yang digunakan. Efek samping lain yang dapat menganggu proses pemberian adalah gangguan fungsi hemostatik HB < 10 gr%. Leukosit < 3.000/dl atau trombosit < 100.000/dl. Efek samping dinilai sejak mulai kemoterapi I diberikan. Efek samping yang berat dapat menghentikan jadwal pemberian, dokter akan mengkoreksi efek samping yang muncul dengan memberikan obat dan tranfusi darah jika perlu.

Evaluasi hasil kemoterapi dinilai minimal setelah 2 siklus pemberian (sebelum kemoterapi III diberikan) yang dapat merupa respons subyektif yaitu apkah BB meningkat atau keluhan berkurang dan foto toraks untuk melihat kelainan di paru. Evaluasi dengan menggunakan CT-scan toraks dilakukan setelah pemberian 3 siklus ( sebelum pemberian kemoterapi IV). Jika pada penelian tumor hilang (komplit respons) mengecil sebagian (respons partial) atau tumor menetap tapi respons subyektif baik maka kemoterapi dapat diterudskan samapi 4 – 6 siklus. Tetapi jika pada evaluasi terjadi perburukan misalnya tumor membesar atau tumbuh tumor yang baru, kemoterapi harus dihentikan dan diganti dengan jenis obat anti-kanker yang lain

Targeted.therapy
Pada banyak kondisi pasien tidak dapat memenuhi syarat untuk dilakukan pembedahan, radioterapi atau kemoterapi maka dapat ditawarkan pemberian obat golongan baru dengan mekanisme kerja yang telah teruji dikenal dengan istilah targeted therapy. Obat golongan ini diberikan 1x perhari dengan cara diminum. Sampai saat ini anjuran penggunaan targeted therapy untuk kanker paru adalah sebaiknya setelah kemoterapi diberikan kecuali pada kasus kasus pilihan terapi utama tidak dapat dilakukan.

Terapi.lain
Dengan berbagai alasan banyak pasien kanker paru memilih obat alternatif yang belum teruji dan bukan standar untuk pengobatan kanker paru. Jika diputuskan itu pilihan pasien dan keluarga anjurannya adalah pasien tetap kontroil ke dokter spesialis parunya agar dapat dipantau efek samping obat obatan yang digunakan dan dapat memutuskan kapan obat obat alternatif itu tidak bermanfaat dan sebaiknya dihentikan.
Catatan : seringkali biaya untuk pengobatan alternatif itu lebih mahal dari pilihan pengobatan utama misalnya radiasi atau kemoterapi.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
CATATAN PENTING
• Pengobatan kanker paru bukan hanya tergantung pada jenis dan staging tetapi pada kondoisi umum pasien. Dapat terjadi semua memenuhi syarat kecuali kondosi umum maka dokter tidak akan memberikan pilihan terapi apapun lagi.
• Pengobatan lain yang diberikan adalah obat obat penghilang gejala taua simptomatis, obat obatn itu sebaiknya dengan resep dokter spesilais yang merawat karena menerlukan perubahan sesuai kondosi pasien.
• Selama pengobatan standar pasien sangat dianjurkan memakan dengan komposisi seimbang karena tidak ada larangan khusus untuk itu kecuali karena penyakit lain. Mengkonsumsi vitamin, banyak sayuran dan buahan dalah baik sekali.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
2. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
a. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).

1). Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.


e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.

3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen berlebihan.
b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1). Kerusakan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun, pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi, menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan pada waktu yang sedikit stres.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Read Full Post ►

GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)



DEFINISI GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.

Menurut Rilantono (2001) gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang sama keadaan ini disebut gagal jantung congestif atau Congestive Heart Failure (CHF).

Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi serius seperti syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi perikardium dan tamponade perikardium. Meskipun berbagai macam penyakit jantung seperti gangguan katup telah menurun akibat teknologi penatalaksanaan yang canggih, namun Congestive Heart Failure (CHF) masih tetap merupakan ancaman kesehatan yang dapat menimbulkan kematian (Brunner dan Suddarth, 2002).

Gagal jantung kongestif dapat mempengaruhi banyak organ-organ tubuh. Contohnya, otot-otot jantung yang melemah mungkin tidak mampu untuk mensuplai darah yang cukup ke ginjal-ginjal, yang kemudian mulai kehilangan kemampuan normalnya untuk mengekskresi garam (sodium) dan air. Fungsi ginjal yang berkurang ini dapat menyebabkan tubuh menahan lebih banyak cairan. Paru-paru mungkin menjadi padat dengan cairan (pulmonary edema) dan kemampuan seseorang untuk berolahraga berkurang. Cairan mungkin juga berakumulasi dalam hati, dengan demikian mengganggu kemampuannya untuk menghilangkan racun-racun dari tubuh dan menghasilkan protein-protein penting. Usus-usus mungkin menjadi kurang efisien dalam menyerap nutrisi-nutrisi dan obat-obat. Melalui waktu, tidak dirawat, gagal jantung kongestif yang memburuk akan hampir mempengaruhi setiap organ dalam tubuh.
New York Heart Assosiation (NYHA ) mengklasifikasikan gagal jantung dalam 4 kelas yaitu :
Kelas 1 : bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2 : bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari- hari tanpa keluhan
Kelas 3 : bila pasien tidak dapat melakuakn aktivitas sehari- hari tanpa keluhan
Kelas 4 : bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas sehari- hari dan harus tirah baring

ETIOLOGI

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:
1. penyakit-penyakit yang melemahkan otot-otot jantung,
2. penyakit-penyakit yang menyebabkan kekakuan otot-otot jantung, atau
3. penyakit-penyakit yang meningkatkan permintaan oksigen oleh jaringan tubuh diluar kemampuan jantung untuk memberikannya.

Banyak proses-proses penyakit dapat mengganggu efisiensi memompa dari jantung untuk menyebabkan gagal jantung kongestif.
Di Amerika, penyebab-penyebab yang paling umum dari gagal jantung kongestif adalah:
• penyakit arteri koroner,
• tekanan darah tinggi (hipertensi),
• penyalahgunaan alkohol yang berkepanjangan, dan
• penyakit-penyakit dari klep-klep jantung.
Penyebab-penyebab yang kurang umum termasuk
 infeksi-infeksi virus dari kekakuan otot jantung,
 penyakit-penyakit tiroid,
 penyakit-penyakit irama jantung, dan banyak lain-lainnya.
Harus juga dicatat bahwa pada pasien-pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya, meminum obat-obat tertentu dapat menjurus pada perkembangan atau perburukan dari gagal jantung kongestif. Ini terutama benar untuk obat-obat yang dapat menyebabkan penahanan sodium atau mempengaruhi kekuatan dari otot jantung.
Contoh-contoh dari obat-obat seperti itu adalah obat-obat anti-peradangan nonsteroid yang umum digunakan (NSAIDs), yang termasuk ibuprofen (Motrin dan lain-lainnya) dan naproxen (Aleve dan lain-lainnya) serta steroid-steroid tertentu, beberapa obat diabetes, dan beberapa calcium channel blockers.

MANIFESTASI KLINIS

• Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Sementara kelelahan adalah indikator yang sensitif dari kemungkinan gagal jantung kongestif yang mendasarinya, ia adalah jelas gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga mungkin juga berkurang. Pasien-pasien mungkin bahkan tidak merasakan pengurangan ini dan mereka mungkin tanpa sadar mengurangi aktivitas-aktivitas mereka untuk mengakomodasikan keterbatasan ini.
• Ketika tubuh menjadi terlalu terbebani dengan cairan dari gagal jantung kongestif, pembengkakan (edema) dari pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki atau perut mungkin tercatat.
• Sebagai tambahan, cairan mungkin berakmulasi dalam paru-paru, dengan demikian menyebabkan sesak napas, terutama selama olahraga/latihan dan ketika berbaring rata. Pada beberapa kejadian-kejadian, pasien-pasien terbangun di malam hari, megap-megap untuk udara.
• Beberapa mungkin tidak mampu untuk tidur kecuali duduk tegak lurus.
• Cairan ekstra dalam tubuh mungkin menyebabkan kencing yang meningkat, terutama pada malam hari.
• Akumulasi dari cairan dalam hati dan usus-usus mungkin menyebabkan mual, nyeri perut, dan nafsu makan yang berkurang.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolic tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium ; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulai dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan dengan memadai. Defenisi ini mencakup segal kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler dan jantung. Gagal jantung kongetif adlah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah yang lebih umum yaitu. Gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan bebabn sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.

PATOFISIOLOGI
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga meknisme primer yang dapat dilihat; meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, meningkatnya beban awal akibat aktivasi istem rennin-angiotensin-aldosteron dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curh jantung. Meknisme-meknisme ini mungkin memadai untuk mempertahnkan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi kelainan pad kerj ventrikel dan menurunnya curah jntung biasanya tampak pada keadaan berktivitas. Dengn berlanjutny gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin luring efektif.

PENANGANAN
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secar sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala timbul pad saat beraktivitas biasa. Rejimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih agresif .
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhan namun sangat tepat dalam pennganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jangan sampai memaksakan lrngan yng tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia mungkin diperlukan pad pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan gejala.
Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.


ASKEP
1. Dasar Data Pengkajian Klien
a. Aktivitas/istirahat
☺ Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pad
istirahat atau pada pengerhan tenaga.
☺ Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,
tanda vital berubah pad aktivitas.
b. Sirkulasi
☺ Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
☺ Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas.

c. Integritas ego
☺ Gejala : Ansietas, kuatir dan takut.Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
☺ Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
☺ Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
☺ Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
☺ Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f.Higiene
☺ Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
☺ Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
☺ Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
☺ Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
☺ Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
☺ Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
☺ Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
☺ Tanda : Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
j.Keamanan
☺ Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
k. Interaksi sosial
☺ Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
h. Pembelajaran/pengajaran
☺ Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
☺ Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ;
1) Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik
2) Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
3) Perubahan structural
Ditandai dengan ;
1) Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
2) Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
3) Bunyi ekstra (S3 & S4)
4) Penurunan keluaran urine
5) Nadi perifer tidak teraba
6) Kulit dingin kusam
7) Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Hasil yang diharapkan/evaluasi, klien akan :
1) Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung
2) Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina
3)Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4) Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
5) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan :
1) Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
2) Kelemahan umum
3) Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
1) Kelemahan, kelelahan
2) Perubahan tanda vital, adanya disrirmia
3) Dispnea, pucat, berkeringat.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri.
2) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
1) Ortopnea, bunyi jantung S3
2) Oliguria, edema.
3) Peningkatan berat badan, hipertensi
4) Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
2) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan
selama tirah baring.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
5) Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
7) Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.
Intervensi :
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.
3) Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4) Kolaborasi dalam
- Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema
paru.
- Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klien akan :
1) Mempertahankan integritas kulit
2) Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang
mengganggu aliran darah.
4) Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.
5) Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
1) Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi
2) Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Hasil yang diharapkan/criteria evaluasi, klin akan :
1) Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
2) Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
3) Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi
1) Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat
memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
2) Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
3) Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
4) Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah.

DAFTAR PUSTAKA


Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 – 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.
Junadi P, Atiek SS, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 1982, Hal.206 – 208
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,
Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 – 763.
Read Full Post ►

HEPATITIS



ASKEP HEPATITIS

1. ANATOMI & FISIOLOGI HEPAR
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Hati terbagi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis cantlie yang terdapat mulai dari vena cava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Secara mikroskopis didalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli, setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.

Hati adalah organ terbesar dan terpenting di dalam tubuh. Organ ini penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi lain antara lain :
1. Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainya.
3. Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin.
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagi lobulus yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Hati memiliki bagian terkecil yang melakukan tugas diatas disebut sel hati (hepatosit), sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya endotolium, sel kupffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Tugas aktifitas fagositik dilakukan oleh makrofag residen yang disebut sel kupffer. Setiap hepatosit berkontak langsung dengan darah dari dua sumber. Darah vena yang langsung datang dari saluran pecernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar disebut sinusoid.
Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai sistem porta hati. Vena yang mengalir dari saluran cerna tidak secara langsung menyatu pada vena cava inferior akan tetapi vena vena dari lambung dan usus terlebih dahulu memasuki sistem vena porta. Pada sistem ini produk-produk yang diserap dari saluran cerna untuk diolah, disimpan, dan didetoksifikasi sebelum produk produk tersebut kembali ke sirkulasi besar.


2. ETIOLOGI
Penyebab Hepatitis bermacam – macam,terkait dengan fungsi hati yang rumit dan beragam. Pada prinsipnya, penyebabnya hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan infeksi. Hepatitis yang sering terjadi umumnya disebabkan oleh infeksi virus.

1. Infeksi virus
Sebagian besar kasus hepatitis disebabkan oleh virus hepatitis yang dibedakan jenisnya menurut abjad, yakni virus hepatitis A,B,C,D,E,F,dan G.
Di antara ketuju jenis hepatitis tersebut, hepatitis A,B, dan C merupakan jenis terbannyak yang sering dijumpai. Adapun untuk kasus hepatitis F masih jarang ditemui. Para ahli pun masih memperdebatkan apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis yang terpisah. Oleh karena itu, hepatitis F tidak terlalu banyak dibahas.

A. Hepatitis A
Hepatitis Amerupakan tipe hepatitis yang paling ringan. Hal ini disebabkan infeksi virus hepatitis A (VHA) umumnya tidak sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati. Mereka yang terinfeksi oleh virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya. Hepatitis A menular melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh VHA.

B. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan tipe hepatitisyang berbahaya. Penyakit ini lebih sering menular dibandingkan hepatitis jenis lainnya.Hepatitis Bmenular melalui kontak darah atau cairan tubuh yang mengandung virus hepatitis B (VHB). Seseorang dapat saja mengidap VHB, tetapi tidak disertai dengan gejala klinik ataupun tidak tampak adanya kelainan dan gangguan kasehatan. Orang tersebut merupakan pembawa atau sering disebut carrier.
Carrier dapat terjadi karena individu tersebut mempunyai pertahanan tubuh yang baik atau karena VHByang mengalami perubahan sifat menjadi tidak aktif.VHB yang tidak aktif menyebabkan mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat mengenalinya sebagai musuh sehingga system imun tidak mengadakan perlawanan. Suatu saat jika pertahanan tubuh individu tersebut melemah atau VHB berubah sifat menjadi aktif kembali maka individu tersebut akan menunjukkan gejala klinik hepatitis.
Carrier jumlahnya relatif lebih banyak dan berpotensi menularkan. Sebagian orang yang terinfeksi virus ini akan sembuh dan hanya sebagian kecil saja yang langsung meninggal karena terinfeksi berat atau karena daya tahan tubuhnya sangat rendah. Sekitar 10% kasus hepatitis B akan berkembang menjadi hepatitis menahun(kronis). Hepatitis kronis setelah bertahun –tahun sebagian dapat menjadi tidak aktif,tetapi sebagian lagi kondisinya dapat semakin memburuk. Pada kasus hepatitis kronis yang memburuk sering terjadi komplikasi sirosis atau kanker hati yang umumnya berakhir dengan kematian.
Virus hepatitis B 100 kali lebih infeksius, yakni lebih berpotensi menyebabkan infeksi dibandingkan virus HIVkarena masa tunasnya pendek, yaitu sekitar 3 bulan. Virus ini ditemukan dalam darah, air ludah, air susu ibu, cairan sperma, atau vagina penderita. Penularan hepatitis B terjadimelalui kontak darah, cairan tubuh, maupun material lain yang terinfaksi, seperti jarum suntik, alat – alat bedah, alat – alat dokter gigi, jarun akupunktur,jarum tato, maupun jarum tindik telingayang tidak steril. Demikian juga penggunaan bersama alat – alat yang dapat menimbulkan luka atau lecet milik individu yang terinfeksi, seperti pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi, dapat menjadi media penularan VHB. Penularan hepatitis B juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis B. mengigat VHB dapat ditemukan pada cairan sperma ataupun vagina maka penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual maupun pada saat proses persalinan.

C. Hepatitis C
Hepatitis C juga menyebabkan peradangan hati yang cukup berat, diperkirakan 80% menjadi hepatitis kronis (menahun) dan dapat berkembang menjadi sirosis. Hepatitis C menular melalui darah, biasanya karena trasfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi virus hepatitis C (VHC).

D. Hepatitis D
Hepatitis D sering dijumpai pada penderita hepatitis B. Penyababnya adalah virus hepatitis delta (VHD). VHD merupakan jrnis virus yang ukurannya sangat kecil dan sangat tergantung pada VHB. Hal ini disebabkan virus hepatitis D membutuhkan selubungVHB untuk dapat menginfeksi sel – sel hati. Penularan hepatitis menyerupai penularan hepatitis B, yakni melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang mengandung VHD. Pemakaian bersama jarum suntik pada pangguna narkoba, tranfusi darah,alat – alat kedokteran yang tidak steril , atau melalui hubungan seksual merupakan sumber penularan hepatitis D yang paling utama.
Seseorang dapat saja terjangkit hepatitis B akut dan hepatitis D akut dalam waktu yang bersamaan. Sebagian besar pasien kasus tersebut dapat sembuh dan bebas dari virus hepatitis B dan D, seperti umumnya penderita hepatitis B akut saja dan tanpa terinfeksi hepatitis D, mengingat sifat penyakit virus yang dapat sembuh sendiri (self limiting disaese). Pasien yang mengidap hepatitis B kronik dapat juga terkena hepatitis D akut, dan biasanya hepatitis D –nya berubah menjadi kronis. Pada akhirnya, hati pasien tersebut hamper selalu berkembang menjadi sirosis dalam waktu yang singkat.

E. Hepatitis E
Hepatitis E mempunyai sifat menyerupai hepatitis A, demikian juga untuk model penularannya, tetapi dengan tingkat keparahan lebih ringan. Penyababnya adalah virus hepatitis E (VHE). Hepatitis E juga dikenal sebagai hepatitis epidemic non- Adan non – B. Seperti hepatitis A, hepatitis E sering bersifat akut dengan masa kesakitan singakat,tetapi terkadang dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati. Hepatitis E menyebar melalui makman dan minuman yang tercemar fases yang mengandung VHE. Hepatitis E biasa didapati di tempat dengan sumber air yang bercampuran kegiatan mandi cuci kakus (MCK).

F. Hepatitis G
Hepatitis G mempunyai sifat dan model panularan yang hampir sama dengan hepattis C,yakni melalui kontak dengan darah. Penularan hepatitis G paling banyak terjadi melalui trasfusi darah, tetapi tidak menutup kemungkinan alal – alat yang dpat melukai kulit dapat menjadi mediator penyebaran virus hepatitis G. Hepatitis G umumnya berlangsung kronis, tetapi sampai saat ini tidak memberi efek yana serius.

2. Penyakit lain yang mungkin timbul
Hati merupakanorgan penting dengan fungsi yang beragam maka beberapa penyakit atau gangguan metabolism tubuh dapat menyebabakan komplikasi pada hati. Diabetes Melitus, hiperlipidemia (kadar lemak, termasuk kolesterol dan trigliserida, dalam darah menjadi tinggi atau berlebihan), dan obesitas sering terkait dengan penyakit hati. Ketiga penyakit ini membebani kerja hati dalam metabolism lemak. Akibatnya, akan terjadi kebocoran sel- sel yang berlanjut dengan kerusakan sel dan peradangan hati yang disebut steatohepatitis.

3. Alkohol
Minuman beralkohol dapat menyebabkan kerusakan sel- sel hati. Hepatitis alcohol terjadi akibat konsumsi alcohol yang berlebihan dalam janka waktu lama. Di dalam tubuh, alcohol di pecah menjadi zat- zat kimia lain. Sejumlah zat tersebut brersifat racun sehingga menyebakan kerusakan sel hati.

4. Obat- obatan atau zat kimia
sejumlah obat atau zat kimia dapat menybabkan hepatitis. Sesuai fungsi hati yang berperan dalam metabolism, penetralisir, atau dalam detoksifikasi zat kimia, termasuk obat. Oleh karenanya, zat kimia dapat menimbulkan reaksi yang sama seperti reaksi karena infeksi virus hepatitis. Obat- obat yang cenderung berinteraksi dengan sel- sel hati, antara lain halotan (sering digunakan sebagai obat bius), isoniasid (antibiotic untuk TBC), metildopa (obat antihipertensi), fenitoin dan asam valproat (obat anti epilepsy), serta parasetamol (pereda demam).

5. Penyakit Autoimun
Hepatitis autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem kekebalan (imunitas) yang merupakan kelainan genetik. Pada kasus autoimun, sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel atau jariongan tubuh sendiri (dalam hal ini adalah hati). Gangguan ini karena adanya faktor pencetus, yakni kemungkinan suatu virus atau zat kimia tertentu.sekitar 30% dari kasus hepatitis autoimun mempunyai gangguan autoimun pada bagian tubuh lain.


3. PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia, penyakit lain yang mungkin timbul, serta penyakit autoimun. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.


4. TANDA DAN GEJALA
1. Masa tunas
• Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
• Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
• Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)

2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.

3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.

4. Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pengobatan hepatitis dapat dilakukan dengan tepat jika diagnosis yang dilakukan juga tepat. Dokter dapat menentukan diagnosis suatu penyakit berdasarkan beberapa aspek, seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainya, seperti USG, sinar X, CT Scan, atau MRI.

5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap penyakit Hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, penyebab penyakit, dan menilai fungsi hati. Secara garis besar, pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis dibedakan menjadi 2 macam, yaitu Tes Biokimia Hati Dan Tes Serologi.

5..1 Tes Biokimia Hati
Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan penanda fungsi hati, antara lain sebagai berikut:

5.1.1.1 Amino Transferase (Transaminase)
Parameter yang termasuk golongan enzim ini adalah aspartat aminotransferase (AST/ SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/ SGPT). Enzim ini merupakan indicator adanya kerusakan sel hati dan sangat membantu dalam mengenali penyakit pada hati yang bersifat akut seperti hepatitis. Dengan demikian peningkatan kadar enzim- enzim ini mencerminkan adanya kerusakan sel hati. ALT merupakan enzim yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati di bandingkan AST.
Pada sebagian besar penyakit hati yang akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Pada saat terjadi kertusakn sel atau jaringan hati, kadar ALT meningkat 5 kali nilai normal. ALT meningkat1- 3 kali nilai normal pada perlemakan hati, 3- 10 kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif dan lebih dari 20 kali nilai normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik.

5.1.1.2 Alkalin Fosfatase (ALP)
Enzim ini ditemukan pada sel- sel hati yang berada di dekat saluran empedu.
Peningkatan kadar ALP merupakan salah satu petunjuk adanya sumbatan atau hambatan pada saluran empedu. Peningkatan ALP dapat disertai dengan gejala warna kuning pada kulit, kuku, atau bagian putih bola mata.


5.1.1.3 Serum Protein
Serum protein yang dihasilkan hati antara lain albumin, globulin, dan factor pembekuan darah. Pemeriksaan serum protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosintesis hati.
Penurunan kadar albumin menunjukan adanya gangguan fungsi sintesis hati. Nmaun karena usia albumin cukup panjang (15- 20 hari), serum protein ini kurang sensitive digunakan sebagai indicator kerusakan sel hati. Kadar albumin kurang dari 3 g/dL menjadi penunjuk perekembangan penyakit menjadi kronis.
Globulin merupakan protein yang membentuk gammaglubolin. Gammaglobulin meningkat pada penyakit hati kronik, seperti hepatitis kronik atau sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, seperti Ig G, Ig M, serta Ig A. masing- masing tipe sangat membantu mengenali penyakit hati kronis tertentu.
Hampir semua factor- factor pembekuan darah disinetsis di hati. Umur factor- factor tersebut lebih singkat dibanding albumin (5-6 hari), sehingga pengukuran factor pembekuan darah tersebut merupakan pemeriksaan yang lebih baik disbanding albumin untuk mengetahui fungsi sintesis hati.

5.1.1.4 Bilirubin
Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan dibuang melalui feses.
Bilirubin ditemukan di darah dalam 2 bentuk, yaitu bilirubin direk (larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin) dan bilirubin indirek (tidak larut dalam air dan terikat pada albumin).
Peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya peningkatan biireubin direk hamper selalu menunjukan adanya penyakit hati atau saluran empedu.

5..2 Tes Serologi
5.1.1.2.1 Diagnosis Hepatitis A
Diagnosis hepatitis A akut berdasarkan hasil laboratorium adalah tes serologi untuk imunoglubulin M (Ig M) terhadap virus hepatitis A. Ig M anti virus hepatitis A positif pada awal gejala dan biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/ SGPT). Jika terjadi penyembuhan antibody Ig M akan menghilang dan akan muncul antibody Ig G. adanya antibody Ig G menandakan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A

5.1.1.2.2 Diagnosis Hepatitis B
Diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

5.1.1.2.2.1 HBsAg (Antigen permukaan virus hepatitis B)
HBsAg merupakan material permukaan/ kulit VHB, mengandung protein yang dibuat sel hati yang terinfeksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif artinya individu tersebut terinfeksi VHB, menderita hepatitis B Akut, karier, ataupun hepatitis B Kronis. HBsAg positif setelah 6 minggu terinfeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil menetap setelah lebih dari 6 bulan artinya hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau karier.

5.1.1.2.2.2 Anti- HBsAg (Antibodi terhadap HBsAg)
Anti- HBsAg merupakan antibody terhadap HBsAg yang menunjukan adanya antibody terhadap VHB. Antibody ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. jika tes anti- HBsAg positif, artinya individu tersebut telah mendapat vaksin VHB, atau pernah mendapat immunoglobulin, atau juga bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti- HBsAg yang positif pada individu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi hepatitis B menunjukan individu tersebut pernah terinfeksi VHB.

5.1.1.2.2.3 HBeAg (Antigen E VHB)
HBeAg merupakan antigen e VHB yang berada dalam darah. Bila positif menunjukan virus sedang replikasi dan infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif menetap sampai 10 minggu akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang positif HBeAg dalam keadaan infeksius dan dapat menularkan penyakitnya baik terhadap orang lain, maupun ibu ke janinnya.

5.1.1.2.2.4 Anti- HBe (Antibodi HBeAg)
Anti- HBe merupakan antibody terhadap antigen HBeAg yang dibentuk tubuh. Apabila Anti- HBe positif artinya VHB dalam keadaan fase non- replikatif.

5.1.1.2.2.5 HBcAg ( Antigen Core VHB)
HBcAg merupakan antigen core (inti) VHB yang berupa protein dan dibuat dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HBcAg positif menunjukan keberadaan protein dari inti VHB.


5.1.1.2.2.6 Anti- HBc (Antigen terhadap antigen Inti VHB)
Anti- HBc merupakan antibody terhadap HBcAg dan cenderungmenetap sampai berbulan- bulan bahkan bertahun- tahun. Antibodi ini ada 2 tipe yaitu Ig M anti- HBc dan Ig G anti- HBc. IgM anti- HBc tinggi artinya infeksi akut, IgG anti- HBc positif dengan IgM anti- HBc yang negative menunujukan infeksi kronis atau pernah terinfeksi VHB.

5.1.1.2.3 Diagnosis Hepatitis C
Diagnosis hepatitis C dapat ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai antibody dan pemeriksaan molekuler sehingga partikel virus dapat terlihat. Sekitar 30 % pasien hepatitis C tidak dijumpai anti- HCV (Antibodi terhadap HCV) yang positif setelah 5- 8 minggu terinfeksi VHC dan beberapa individu bias positif setelah 5- 12 bulan. Sekitar 80% penderita hepatitis C menjadi kronis dan pada hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai enzim alanine aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST). Pemeriksaan molekuler merupakan pemeriksaan yang dapat mendeteksi RNA VHC.

5..2 Pemeriksaan Penunjang Lainya
Pemeriksaan lainya yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah USG (Ultrsonografi). Fungsi USG adalah untuk mengetahui adanya kelainan organ dalam atau tidak. Pemeriksaan USG pada kasus hepatitis dapat memberikan informasi mengenai pembesaran hati, gambaran jaringan hati secara umum, atau ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu. USG juga dapat melihat banyak atau tidaknya jaringan ikat (fibrosis). Karena hepatitis merupakan peradangan maka pada USG, densitas (kepadatan) hati terlihat lebih gelap jika dibandingkan dengan densitas ginjalyang terletak di bawahnya. Pada keadaan normal, hati dan ginjal mempunyai densitas yang sama. USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis, tidak akurat untuk pemeriksaan hepatitis akut.

6. KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.

7. PENGOBATAN
Hepatitis akut hanya memberi efek sedikit pada perjalanan penyakit. Pada permulaan penyakit. Secara tradisional dianjurkan diet rendah lemak, tinggi karbohidrat, yang ternyata paling cocok untuk selera pasien yang anoreksia. obat-obatan tambahan seperti vitamin, asam-amino dan obat lipotropik tak diperlukan. Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat nekrosis sel hati, tidak mempercepat penyembuhan, ataupun mempertinggi imunisasi hepatitis viral.

Hepatitis kronik tidak dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, aktivitas latihan kebugaran jasmani (physical fitness) dapat dilanjutkan secara bertahap. Tidak ada aturan diet tertentu tetapi alkohol dilarang. Sebelum pemberian terapi perlu dilakukan biopsi hati, adanya hepatitis kronik aktif berat merupakan petunjuk bahwa terapi harus segera diberikan. kasus dengan tingkat penularan tinggi harus dibedakan dari kasus pada stadium integrasi yang relatif noninfeksius; karena itu perlu diperiksa status HbeAg, antiHBe dan DNA VHB.

Pada kasus hepatitis karena obat atau toksin dan idiosinkrasi metabolik dapat diberikan cholestyramine untuk mengatasi pruritus yang hebat. Terapi-terapi lainnya hanya bersifat suportif.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.

2. Pengkajian Kesehatan

1. Aktivitas
• Kelemahan
• Kelelahan
• Malaise

2. Sirkulasi
• Bradikardi (hiperbilirubin berat)
• Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa

3. Eliminasi
• Urine gelap
• Diare feses warna tanah liat

4. Makanan dan Cairan
• Anoreksia
• Berat badan menurun
• Mual dan muntah
• Peningkatan oedema
• Asites

5. Neurosensori
• Peka terhadap rangsang
• Cenderung tidur
• Letargi
• Asteriksis


6. Nyeri / Kenyamanan
• Kram abdomen
• Nyeri tekan pada kuadran kanan
• Mialgia
• Atralgia
• Sakit kepala
• Gatal (pruritus)

7. Keamanan
• Demam
• Urtikaria
• Lesi makulopopuler
• Eritema
• Splenomegali
• Pembesaran nodus servikal posterior

8. Seksualitas
• Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

II. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar

III. Intervensi

DX 1
Tujuan
Pasien dapat tercukupi kebutuhan nutrisinya
Kriteria Hasil
Pasien akan menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/mempertahankan berat badan yang sesuai.
Pasien akan menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi.

-Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
Rasional : Adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.

-Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.
Rasional : Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.

-Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
Konsultasikan pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi dan tinggi kalori.
Rasional : Glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

-Berikan obat sesuai indikasi :Antiemitik, Antasida, Vitamin
Rasional : obat sesuai indikasi :
Antiemitik sebagai anti muntah
Antasida sebagi obat untuk mengurangi asam lambung
Vitamin sebagai vitamin tambahan.

-Berikan tambahan makanan/nutrisi dukungan total bila dibutuhkan.
Rasional : Menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan pasien

DX. 2
Tujuan
Mampu mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
Kriteria Hasil
Pasien menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya)

-Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri.
Rasional : Nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.

-Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat menurunkan derajat nyeri yang dialami pasian

-Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
Rasional : Klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri

-Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.
Rasional : Klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)dah ldharapkan lebih kooperatif.

-Kolaborasi dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi.
Rasional : Kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

DX. 3
Tujuan
Mampu menurunkan suhu tubuh pasien
Kriteria Hasil
Pasien menunjukan tidak terjadi peningkatan suhu.
Kaji tanda vital : suhu badan
Rasional : Sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi

-Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
Rasional: Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi

-Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
Rasional : Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan

-Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
Rasional : Kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.


DARTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Sari, Wening., dkk. 2008. Care Yourself Hepatitis. Jakarta: Penebar Plus+
Read Full Post ►
 
Design by: Oemar | from Lembar Coretan
Smurfin Blogger Template | Sponsored by | nowGoogle.com adalah Multiple Search Engine Popular